Munculnya Reformasi dan Perubahan-Perubahan yang Terjadi setelah Masa Reformasi
Latar Belakang
Kerusuhan Mei 1998 menjadi bagian suram dalam sejarah Indonesia, dimana terjadi pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) secara besar-besaran. Akhir dari pemerintahan Soeharto dan tumbuhnya semangat reformasi, dimulai ketika puluhan mahasiswa Universitas Indonesia (UI) mendatangi Gedung MPR/DPR untuk menyatakan penolakan terhadap pidato pertanggungjawaban Presiden Soeharto yang menyerahkan agenda reformasi nasional.
Puncak ketidakpuasan dan kekecewaan masyarakat tercermin dalam aksi mahasiswa di depan Universitas Trisakti pada 12 Mei 1998. Kerusuhan ini menjadi bagian suram dalam sejarah, dengan korban jiwa empat mahasiswa Trisakti akibat bentrokan dengan aparat.diantara korban Tragedi Trisakti tersebut adalah Elang Mulyana Lesmana, Hery Hertanto, dan Hendirawan Lesmana.
Kerusuhan dimulai pada 13 Mei 1998, kemarahan rakyat terhadap rezim Orde Baru yang telah berkuasa selama 32 tahun, ditambah dengan krisis moneter 1997/1998 yang melumpuhkan ekonomi, meledak dalam bentuk aksi demonstrasi di berbagai daerah.
Di Jakarta, situasi semakin memanas pada 14 Mei 1998. Kerusuhan mulai menargetkan etnis Tionghoa, disertai penjarahan, pembakaran toko dan rumah, serta pelecehan seksual. Kebencian dan sentimen anti-Tionghoa yang telah lama terpendam, diperparah oleh tuduhan palsu bahwa etnis Tionghoa adalah penyebab krisis moneter.
Puncak kerusuhan terjadi pada 15 Mei 1998. Setidaknya 273 orang tewas terpanggang api di dua pusat perbelanjaan yang dijarah dan dibakar massa, yaitu Sentra Plaza Klender di Jakarta Timur yang dikenal sebagai Tragedi Mall Klender, serta Ciledug Plaza di Tangerang.
A. Berakhirnya Orde Baru
Perubahan di Indonesia khususnya pada tahun 1997 sampai 1998 tidak dapat disamakan dengan proses perubahan yang terjadi di negara-negara lainnya yang dilakukan secara tranformatif. Sekalipun ada situasi-situasi tertentu yang memiliki kemiripan.
Di Indonesia, pemerintahan Orde Baru ditumbangkan, upaya melakukan perubahan. Pada tahap berikutnya, masalah transisi lebih merupakan bagaimana elemen-elemen pembaru bekerja sama dengan elemen-elemen lama yang dapat diajak melakukan perubahan menyeluruh. Sebagai drama perjuangan, keruntuhan pemerintahan otoriter yang berlangsung secara damai, memunculkan euphoria kemenangan. Kegembiraan yang luar biasa tampak secara ekspresif karena mereka telah merasa menang dalam perjuangan yang panjang dan luar biasa.
Bibit perpecahan kelompok demokrasi dan oposisi umumnya dimulai dari proses peralihan tersebut. Misalnya, di saat Presiden Soeharto menyatakan berhenti, sebagian memandang, perjuangan telah. Sebagian memandang bahwa Presiden B.J. Habibie merupakan bagian dari pemerintahan Orde Baru. Sebagian mempertentangkan dengan kelompok Islam dan kelompok lain.
Menurut Burke (1969), aktor-aktor dipersatukan oleh hasrat yang besar untuk menjatuhkan rezim atau pemimpin rezim tersebut. Namun setelah terwujud, timbul perselisihan di antara mereka mengenai distribusi kekuasaan dan sifat rezim baru yang akan diwujudkan. Memang awalnya gerakan ini dapat memaksa Soeharto berhenti dari jabatannya, menghentikan komposisi dan kinerja Kabinet Pembangunan VII. Namun pada perkembangan berikutnya, banyak aktor lama masih berperan dengan aktor-aktor pembaru di dalam perubahan tersebut.mereka dapat melakukan kerja sama di dalam perubahan yang tidak jelas lagi apakah perubahan ini merupakan model transformatif atau merupakan perpaduan.
Penyebab jatuhnya pemerintah otoriter tidak sama dan bahkan berbeda sama sekali dengan faktor pencipta demokratisasi. Ada yang berpendapat bahwa pemerintah Orde Baru jatuh karena kerasnya rezim terhadap sikap kritis masyarakat, kegagalan ekonomi, dan praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Runtuhnya Orde Baru dan jatuhnya Soeharto harus dipandang dalam pengertian di atas. Krisis ekonomi tidak dapat dijadikan satu-satunya faktor penyebab jatuhnya pemerintahan Orde Baru. Gerakan mahasiswa juga tidak dapat menjelaskan secara memadai proses tersebut. Berbagai bentuk kerusuhan baik yang bersifat kriminal, subversif, dan rasial juga tidak cukup kuat untuk menjelaskan hal ini.
B. Lahirnya Masa Reformasi
Reformasi 1998 adalah gerakan yang terjadi di Indonesia sebagai respons terhadap krisis ekonomi dan politik yang melanda negara ini pada masa Orde baru. Krisis moneter yang terjadi di Asia pada tahun 1997, yang menyebar dari Thailand, Malaysia, Korea Selatan, dan kemudian ke Indonesia, menjadi salah satu latar belakang terjadinya reformasi ini.
Krisis moneter tersebut menyebabkan meningatnya korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) di kalangan pemerintahan, serta meningkatnya kemiskinan dan kesenjangan sosial di Indonesia. Rakyat semakin tidak puas dengan kondisi ini dan semakin banyak desakan agar Presiden Soeharto turun dari jabatannya.
Pada tanggal 14 Mei 1998, kerusuhan terjadi di Jakarta dan Solo sebagai bentuk protes rakyat terhadap pemerintahan yang ada. Kerusuhan ini menjadi salah satu pemicu utama terjadinya Reformasi 1998.
Selain itu, lengsernya Soeharto dari jabatan sebagai Presiden pada tanggal 21 Mei 1998 juga menjadi titik balik terjadinya reformasi. Soeharto mengundurkan diri setelah tekanan yang semakin besar dari masyarakat dan mahasiswa yang menuntut perubahan di negara ini.
Latar belakang terjadinya reformasi juga melibatkan ketidakadilan politik, hukum, dan ekonomi yang terjadi pada masa Orde Baru. Korupsi, kolusi, dan nepotisme merajalela di berbagai sektor, dan pemerintaha Orde Baru dianggap tidak sesuai dengan nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945.
Dengan adanya krisis moneter, ketidakpuasan rakyat, dan penyelewengan dalam pemerintahan, gerakan reformasi pun muncul sebagai upaya untuk mengubah segala bidang yang menyimpang pada masa Orde Baru dan mencapai perubahan yang lebih baik dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Selain itu, pada Reformasi 1998 memiliki utama yaitu untuk mewujudkan demokratisasi sistem politik di Indonesia. Masyarakat Indonesia ingin mengakhiri rezim Orde Baru yang otoriter dan menggantinya dengan sistem yang lebih inklusif dan responsif terhadap kebutuhkan rakyat.
Selain itu, Reformasi 1998 juga bertujuan untuk menghapus praktik korupsi dan nepotisme yang telah merajalela di negara ini. Masyarakat Indonesia ingin membangun sistem yang transparan dan akuntabel, di mana pemimpin negara bertanggung jawab atas tindakan mereka dan bekerja untuk kepentingan rakyat. Perlindungan hak asasi manusia juga menjadi tujuan penting dalam Reformasi 1998. Masyarakat Indonesia ingin memastikan bahwa hak-hak dasar setiap individu dihormati dan dilindungi oleh negara.
C. Dampak Reformasi
Gerakan Reformasi telah menang. Presiden Soeharto telah turun dari jabatannya, cabinet baru pun telah terbentuk, tapi semua itu belum memberikan manfaat langsung bagi rakyat, dan bisa dibilang malah rakyat semakin miskin. Bukan saja akibay krisis ekonomi berkepanjangan, melainkan juga karena semua orang sibuk mengurusi politik untuk kekuasaan, sehingga memikirkan bagaimana memberi makan rakyat. Negara Indonesia pada kala itu berada pada kondisi yang tidak normal. Karena ketimpangan ekonomi sangat sehingga menimbulkan sentiment sosial sangat tinggi terhadap people power. Akibatnya, posisi politik pusat-pusat konsentrasi ekonomi (konglomerat) sangat lemah. Posisi mereka juga diperburuk oleh beban utang luar negeri yang kini sudah jatuh tempo, yang segera mengantarkan mereka ke liang kubur. Sementara itu pemerintah berada pada tekanan-tekanan politik untuk berpihak pada rakyat kecil.
Banyak dampak yang terjadi akibat gerakan reformasi ini, mulai dari dampak di bidang politik yang dikatakan cukup signifikan. Hal ini karena setelah turunnya Orde Baru banyak mulai muncul partai baru yang tak terabatas dengan berbagai tujuan masing-masing. Selain itu tuntutan pembebasan tapol dan napol Islam juga menjadi tuntutan dari beberapa organisasi kepada pemerintahan sebagai wujud reformasi di semua bidang.
Selain dalam bidang politik gerakan reformasi ini juga berdampak pada bidang sosial, yang dimana hampir setiap masyarakat Indonesia kala itu seperti kehilangan rasa kemanusiaannya. Hal ini karena terjadinya penjarahan, pembakaran, pemerkosaan yang terjadi merupakan bentuk dampak sosial yang terjadi merupakan bentuk dampak sosial yang bisa dikatakan sangat besar, dikarenakan hubungan antara masyarakat pribumi dengan masyarakat keturunan Tionghoa menjadi tidak akur karena kebanyakan korban penjarahan adalah masyarakat keturunan Tionghoa.
Selain itu, ada dampak lainnya dari Masa Reformasi di Indonesia, yaitu
1. Perubahan politik yang signifikan, termasuk penggantian kepemimpinan dari Soeharto ke B.J. Habibie
2. Peningkatan kebebasan berpendapat dan ekspresi bagi masyarakat
3. Terbentuknya Masa Reformasi yang mengakomodasi partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan politik
4. Perubahan dalam sistem pemilihan presiden dan wakil presiden, serta anggota DPR, DPD, dan DPRD yang dilakukan secara bersamaan
5. Peningkatan tranparansi dan akuntabilitas dalam pemerintahan
6. Perubahan dalam tatanan sosial dan budaya, termasuk kesadaran akan pentingnya pluralisme dan toleransi
7. Pembukaan ruang bagi media yang lebih bebas dan independen
8. Perbaikan ekonomi dan pertumbuhan yang lebih berkelanjutan
9. Peningkatan kesetaraan gender dan perlindungan terhadap hak-hak perempuan
10. Peningkatan hubungan internasional dan kepercayaan dunia terhadap Indonesia sebagai negara yang lebih demokratis dan terbuka
D. Perubahan-Perubahan yang Terjadi pada Masa Reformasi
Indonesia Masa Reformasi adalah istilah yang digunakan untuk menyebut periode sejarah Indonesia setelah Presiden Soeharto mengundurkan diri pada 21 Mei 1998. Periode ini ditandai oleh perubahan politik, ekonomi, sosial, dan budaya yang signifikan. Beberapa isu penting yang muncul selama periode ini antara lain adalah penerapan demokrasi dan pemerintahan sipil yang lebih kuat, pengurangan pengaruh militer, pertumbuhan Islamisme dalam politik dan masyarakat, serta tuntutan otonomi daerah yang lebih besar.
1. Perubahan Politik
Pergantian kepemimpinan presiden sebanyak lima kali dalam kurun waktu sepuluh tahun. Setelah Soeharto mengundurkan diri pada 21 Mei 1998, ia digantikan oleh Wakil Presiden B.J. Habibie. Habibie kemudian mengambil langkah-langkah reformasi politik seperti membubarkan Deran Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPR-GR), membentuk Komisi Pemilihan Umum (KPU), menghapus larangan partai politik, dan mengadakan pemilihan umum legislatif pada Juni 1999.
Pemilihan umum legislatif 1999 menghasilkan kemenangan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) yang dipimpin oleh Megawati Soekarnoputri. Namun, dalam Sidang Umum Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) pada Oktober 1999, Megawati kalah dalam pemilihan presiden dari Abdurrahman Walid atau Gus Dur, yang didukung oleh Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Gus Dur kemudian menunjuk Megawati sebagai wakil presiden.
Gus Dur menjadi presiden pertama yang berasal dari kalangan sipil dan tokoh agama Islam. Ia berupaya untuk melakukan rekonsiliasi nasional, menyelesaikan konflik di Aceh dan Papua, serta memperbaiki hubungan dengan negara-negar tetangga seperti Malaysia dan Singapura. Namun, ia juga menghadapi berbagai masalah seperti krisis ekonomi, korupsi, konflik internal partai, dan oposisi dari militer dan DPR. Akhirnya, ia dicopot dari jabatannya oleh MPR pada 23 Juli 2001, setelah diberikan dua kali memorandum peringatan.
Megawati kemudian menggantikan Gus Dur sebagai presiden. Ia menjadi presiden wanita pertama dan anak dari presiden pertama Indonesia, Soekarno. Ia berupaya untuk memulihkan stabilitas politik dan ekonomi, serta menangani isu-isu seperti terorisme, separatism, dan desentralisasi. Ia juga berhasil menandatangani perjanjian damai dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) pada 2005, yang mengakhiri konflik bersenjata yang berlangsung selama tiga dekade. Namun, ia juga dianggap kurang tegas dan karismatik dalam memimpin negara.
Pada pemilihan umum legislatif 2004, PDI-P kalah dari Partai Demokrat yang dipimpin oleh Susilo Bambang Yudhoyono atau SBY. Pemilihan umum ini juga merupakan pemilihan umum presiden langsung pertama di Indonesia. Dalam pemilihan presiden ini, SBY mengalahkan Megawati dalam putaran kedua dengan perolehan suara sebesar 60,62 persen. SBY kemudian menunjuk Jusuf Kalla sebagai wakil presiden.
SBY menjadi presiden pertama yang dipilih secara langsung oleh rakyat. Ia berupaya untuk melanjutkan reformasi politik dan ekonomi, serta mengatasi bencana alam seperti gempa bumi dan tsunami di Aceh pada 2004 . Ia juga menghadapi tantangan seperti korupsi, kemiskinan, ketimpangan, dan radikalisme. Ia berhasil terpilih kembali sebagai presiden pada 2009 dengan Boediono sebagai wakil presiden.
2. Perubahan Ekonomi
Perubahan ekonomi yang terjadi selama Indonesia Masa Reformasi adalah pemulihan dampak krisis moneter 1997-1998. Krisis ini menyebabkan produk domestik bruto (PDB) Indonesia menyusut sebesar 13,1 persen pada 1998, serta tingkat kemiskinan meningkat dari 11 persen pada 1996 menjadi 24 persen pada 1999. Untuk mengatasi krisis ini, Indonesia mendapatkan bantuan dana dari Dana Moneter Internasional sebesar 43 miliar dolar AS, dengan syarat melakukan reformasi struktural seperti privatisasi BUMN, restrukturasi perbankan, dan penghapusan subsudi BBM.
Reformasi ekonomi yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia berhasil memperbaiki kondisi makroekonomi dan memulihkan pertumbuhan ekonomi. PDB Indonesia tumbuh rata-rata sebesar 5 persen per tahun selama periode 1999-2014. Tingkat kemiskinan juga turun menjadi 11 pada 2014. Selain itu, Indonesia juga berhasil mencapai status sebagai negara berpendapatan menengah atas pada 2010, serta menjadi anggota G-20 sebagai kelompok negara-negara ekonomi terbesar di dunia.
Namun, reformasi ekonomi juga menimbulkan beberapa masalah seperti ketimpangan pendapatan, korupsi, birokrasi, dan ketergantungan pada komoditas ekspor. Indeks Indonesia meningkat dari 0,32 pada 1999 menjadi 0,41 pada 2014, menunjukkan adanya kesenjangan antara orang kaya dan miskin. Korupsi juga masih merajalela di berbagai sektor publik dan swasta, sehingga menghambat efisiensi dan transparasi. Birokrasi juga masih menjadi kendala dalam melakukan investasi dan usaha di Indonesia. Selain itu, Indonesia juga rentan terhadap fluktuasi harga komoditas seperti minyak bumi, batu bara, dan kelapa sawit di pasar internasional
3. Perubahan Sosial
Perubahan sosial yang terjadi selama Indonesia Masa Reformasi adalah munculnya berbagai gerakan sosial yang menuntut hak-hak sipil, demokrasi, dan keadilan. Beberapak gerakan sosial yang aktif selama periode ini antara lain adalah gerakan mahasiswa, gerakan buruh, gerakan perempuan, gerakan petani, gerakan lingkungan, dan gerakan hak asasi manusia. Gerakan-gerakan ini berperan dalam mengawasi dan mengkritisi kebijakan-kebijakan pemerintah, serta menuntut perubahan-perubahan yang lebih progresif dan inklusif.
Salah satu itu, sosial yang menjadi sorotan selama periode ini adalah isu gender dan perempuan. Beberapa upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan antara lain adalah pengesahan Undang-Undang No. 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapus Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan, pembentukan Kementerian Pemberdayaan Perempuan pada 1998, pengesahan Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, serta pengingkatan partisipasi perempuan dalam politik dan pemerintahan.
Namun, isu gender dan perempuan juga menghadapi berbagai tantangan dan hambatan, seperti budaya patriarki, stereotip gender, kekerasan terhadap perempuan, perdagangan perempuan dan anak, kemiskinan perempuan, serta diskriminasi hukum dan sosial. Selain itu, isu gender dan perempuan juga berkaitan dengan isu agama dan budaya, yang seringkali bersifat kontroversial dan sensitif. Beberapa contoh kasus yang menimbulkan kontroversi antara lain adalah kasus poligami, pernikahan anak, sunat perempuan, serta perda-perda syariah.
4. Perubahan Budaya
Perubahan budaya yang terjadi selama Indonesia Masa Reformasi adalah berkembangnya kebebasan berekspresi dan berkreasi dalam bidang seni, sastra, media, dan teknologi. Beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan budaya selama periode ini antara lain adalah liberalisasi politik, globalisasi ekonomi, pluralisasi masyarakat, serta digitalisasi informasi. Beberapa fenomena budaya yang muncul atau berkembang selama periode ini antara lain:
• Seni rupa kontemporer: bentuk seni rupa yang mencerminkan kondisi sosial politik kontemporer dengan menggunakan berbagai media dan teknik ekspreksi. Beberapa seniman rupa kontemporer Indonesia yang mendapat pengakuan internasional antara lain Heri Dono, Agus Suwage, FX Harsono, Eko Nugroho, dan Entang Wiharso.
• Sastra kontemporer: bentuk sastra yang menggambarkan realitas sosial budaya kontemporer dengan menggunakan bahasa dan gaya yang kreatif dan inovatif. Beberapa penulis sastra kontemporer Indonesia yang mendapatkan penghargaan nasional maupun internasional antara lain Pramoedya Ananta Toer, Ayu Utami, Andrea Hirata, Eka Kurniawan, dan Dea Lestari.
• Media massa: sarana komunikasi publik yang menyampaikan informasi, opini, hiburan, dan edukasi kepada masyarakat luas. Media massa mengalami perkembangan pesat selama periode ini dengan adanya kebebasan pers, persaingan pasar, serta kemajuan teknologi. Beberapa media massa yang populer di Indonesia antara lain Kompas, Tempo, Metro TV, Trans TV, dan Detik.com.
• Teknologi informasi: teknologi yang berkaitan dengan pengolahan, penyimpanan, dan penyebaran data dan informasi. Teknologi informasi mengalami perkembangan pesat dengan adanya kemajuan ilmu pengetahuan, inovasi industri, serta akses internet. Beberapa teknologi informasi yang populer di Indonesia antara lain telepon seluler, komputer, internet, media sosial, dan e-commerce.
Kesimpulan
Berakhirnya masa Orde Baru dikarenakan dalam hal krisis ekonomi yang disebabkan tidak dapat menstabilkan fluktuasi dollar pada masa itu sehingga timbul kerusuhan yang menyebabkan ratusan korban jiwa serta target penjarahan, pembakaran toko dan rumah, dan pelecehan seksual di kawasan Sentra Plaza Mall Klender dan Ciledug Plaza Tangerang.
Dengan adanya gerakan demo mahasiswa, perpecahan antar kelompok serta korupsi yang merajalela, Soeharto terpaksa lengser dari jabatannya yang dikatakan tidak dapat menstabilkan ekonomi di Indonesia. Hal tersebut menjadikan B.J. Habibie menggantikan Soeharto sebagai presiden dengan tugas menstabilkan ekonomi di Indonesia, sehingga banyak pers bermunculan yang awalnya pers tidak boleh menyuarakan informasi yang ada pada masa Soeharto.
Komentar
Posting Komentar