KAMPUNG SUSUN BAYAM DI TENGAH GEMERLAPNYA IBUKOTA: REFLEKSI MARJINALISASI SOSIAL


Halo para pembaca di manapun kalian berada!

Pada kesempatan kali ini, penulis baru saja melaksanakan Turun ke Bawah (TURBA) sebagai realisasi dari serangkaian kegiatan literasi sosial yang sudah dilakukan sebelumnya. Kali ini, penulis akan melaporkan permasalahan sosial yang masih terjadi di tengah gemerlapnya ibu kota.

Jakarta International Stadium (JIS) baru saja menjadi tempat perhelatan Piala Dunia U-17, sebuah prestasi luar biasa bagi republik kita. Namun, di tengah perhelatan akbar yang telah selesai dan dinilai sukses itu,terdapat suatu anomali yang seolah membuat publik buta terhadap situasi yang terjadi di sebuah kampung kecil yang ada di pinggir stadion tersebut.

Tersebutlah Kampung Susun Bayam (KSB) yang merupakan rumah susun yang dibangun pada 14 Maret 2019. Pembangunan rusun ini dikelola oleh tiga kontraktor utama dan diperuntukkan bagi 642 kepala keluarga atau 1.612 jiwa di Kampung Bayam, Papanggo-Tanjung Priok, Jakarta Utara yang tergusur karena proyek JIS.

Sebelumnya, mereka tinggal di tiga blok permukiman Kampung Bayam yang terdampak proyek tersebut. Mantan Gubernur Jakarta (2017 – 2022) Anies Baswedan sempat menjanjikan akan membagikan tempat tinggal pengganti untuk mengakomodasi warga Kampung Bayam yang tergusur. Permasalahan di Kampung Susun Bayam terjadi setelah rampungnya rusun tersebut, dimulai dari akses menuju rusun yang dijaga ketat oleh aparat keamanan, hal ini mengisyaratkan seolah ada sesuatu yang disembunyikan. Kondisi jalan seperti akses menuju area tambang atau perkebunan sawit, hancur dan berlumpur yang disebabkan oleh pembangunan LRT Jakarta Raya. Akses yang seharusnya menjadi jalan utama ditutup, tidak dibuka untuk warga Kampung Bayam atau pengunjung yang ingin menyambangi Kampung Susun Bayam.

Setelah masalah akses jalan yang kurang layak, masyarakat Kampung Susun Bayam dihadapkan pula pada permasalahan kurangnya sumber air yang layak untuk menunjang kehidupan sehari-hari. Jauhnya sumur untuk mendapatkan air bersih, membuat masyarakat harus menimba di sumur secara manual yang berjarak kurang lebih 300 meter dari rumah susun mereka. Selain itu, akses listrik warga dicabut atau dibatasi, sehingga memaksa mereka menggunakan generator pembangkit listrik secara kolektif, bergantung pada pembelian bahan bakar secara berkala oleh masyarakat.

Selain listrik dan terbatasnya air bersih, masyarakat Kampung Susun Bayam sering kali mendapatkan ancaman dari berbagai pihak. Pada tanggal 27 Januari 2024, menurut pengakuan Furqon selaku ketua kelompok warga KSB, ia hampir dibacok oleh dua motor yang menyusul dari belakangnya tanpa motif yang jelas. Hal ini terjadi sebagai buntut dari serangkaian aksi protes yang dilakukan warga KSB. Kampung Susun Bayam (KSB) menjadi gambaran jelas dari marginalisasi masyarakat miskin di tengah kemegahan dan cepatnya pembangunan di Ibukota. Warga KSB seakan-akan dianggap menghalangi berjalannya pembangunan objek nasional atau menjadi senjata dalam pemilu untuk menjatuhkan salah satu paslon.

Sebelum pergantian jabatan Gubernur DKI Jakarta di tahun 2022 lalu, Warga KSB hidup layak dan tidak mendapatkan ancaman baik dari pihak kontraktor ataupun keamanan setempat yang seakan-akan mengintimidasi mereka. Hal ini bertentangan dengan tujuan dibangunnya Kampung Susun Bayam, yang bertujuan untuk mengakomodir masyarakat pinggiran dan memperbaiki tata kota yang ada.

Selaras dengan jawaban Anies Baswedan, data yang penulis kumpulkan menunjukkan adanya anomali dalam proyek tersebut, hal ini terjadi karena PJ Gubernur DKI Jakarta saat ini, Heru Budi Hartono terkesan enggan memberikan kewenangan kepada warga KSB atas haknya. 

Semua ini menjadi refleksi, apakah dengan adanya problematika seperti Kampung Susun Bayam di tengah hingar-bingar kehidupan dan gemerlapnya Ibukota, masih ada kaum yang terpinggirkan dan suaranya seakan dibungkam untuk menutupi bobroknya birokrasi dalam kehidupan bernegara di Republik ini. Semoga dengan tulisan ini, kita dapat banyak mendapatkan pelajaran hidup serta terus mengawal problematika ini agar terciptanya Negara yang melindungi rakyat bukan hanya omong kosong belaka. Sekian artikel yang penulis sampaikan, sampai jumpa pada tulisan-tulisan kami berikutnya.

Berkawan Melawan!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

STANDAR TATANAN KHAYALAK MANUSIA DAN GENDER LEBIH DARI DUA

Huru-Hara Stigma Gondrong