Budaya Pendidikan Kritis


Sejarah adalah jejak yang kemudian tercatat dan dikenang sesuai dengan pengalaman dan peristiwa yang terjadi. Setiap fenomena atau pengalaman yang telah berlalu adalah bagian dari sejarah. Harus kita akui bahwa sejarah adalah suatu pelajaran yang sangat kontroversial dan universal yang tidak dapat kita pahami dengan mudah. Dalam sejarah, pasti ada suatu aspek yang memiliki pengaruh penting terhadap kehidupan, terutama kehidupan di Negara kita yang kental akan sejarah kemerdekaan bangsa ini. Namun, sangat sulit bagi kita untuk mempercayai sejarah dengan tenang karena sampai saat ini sejarah itu sendiri tidaklah mutlak dan masih banyak perdebatan dari beberapa pihak tentang bagaimana membentuk rangkaian sejarah yang sering dipelajari. Kita tidak bisa menyalahkan ketika hal itu menjadi benar-benar ada dan menjadi suatu permasalahan bagi kita, terutama ketika memiliki tuntutan khusus sebagai mahasiswa pendidikan sejarah dan akan terjun menjadi seorang pendidik di suatu instansi maupun lingkungan sekitar yang bersifat non formal. Maka dari itu, sangat penting bagi kita untuk mencari tahu lebih dalam tentang sejarah. Bahkan, hal ini dapat menjadi pesan moral bagi kita untuk menyampaikan kebenaran, meskipun kita menyadari keterbatasan manusia sangat jelas. Tetapi, sangat fatal jika sejarah dipergunakan untuk kepentingan pribadi atau golongan tertentu, dan sejarah ditulis ulang demi keuntungan satu pihak. Bukankah seharusnya manusia bersikap jujur terhadap kenyataan yang ada, dan tidak membiarkan jejak yang salah terbentuk? Terlebih lagi, kita sebagai makhluk yang memiliki keyakinan, saya yakin bahwa memalsukan jejak atau bahkan sekadar berbohong adalah perbuatan yang tidak dibenarkan dalam setiap keyakinan.

Pengetahuan sejarah sangat berpengaruh terhadap perkembangan suatu peradaban yang akan datang. Sejarah, menurut saya, juga merupakan bentuk propaganda atau doktrinasi yang sangat kuat terutama bagi kalangan anak-anak atau orang awam yang belum mampu menyaring atau memahami suatu kenyataan yang sebenarnya. Hal ini tidak hanya berlaku untuk orang awam, tetapi juga dapat berlaku bagi kita yang sudah mendapatkan pendidikan sejarah yang belum tentu kebenarannya. Seperti yang dikutif dari Jurnal Ilmiah Bidang Ilmu Sosial, bahwa pendidikan tidak hanya diartikan sebagai transfer pengetahuan, melainkan juga transfer nilai, terutama nilai-nilai yang terkandung dalam 18 karakter yang menjadi target dalam pendidikan karakter. Pendidikan adalah upaya untuk membentuk karakter siswa sehingga mereka dapat mengetahui dan membedakan antara yang baik dan buruk dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Pendidikan karakter saat ini menjadi sangat penting untuk mengatasi masalah generasi penerus bangsa ini yang semakin sulit dikendalikan. Sangat jelas dijelaskan bahwa pendidikan memiliki pengaruh besar terhadap karakter seseorang, terutama generasi kita yang sedang menempuh pendidikan dan mempelajari mata pelajaran sejarah. Tidak menutup kemungkinan bahwa sejarah dapat membentuk karakter yang egosentris, yang kemudian menjadi salah satu faktor utama dalam timbulnya perpecahan suatu negara. Hal ini disebabkan oleh perbedaan pemahaman tentang sejarah yang dianut atau diketahui satu sama lain. Seperti yang kita ketahui, memang ada banyak buku sejarah yang bertolak belakang dengan versi sejarah yang pernah kita pelajari sebelumnya. Salah satunya adalah buku berjudul "Bukan 350 Tahun Dijajah" yang ditulis oleh G.J. Resink. Buku ini kemudian memunculkan perdebatan dan perbincangan di kalangan kita mengenai perbedaan versi sejarah yang kita ketahui dan pelajari selama ini. Tentu saja, hal seperti ini dapat menimbulkan suatu permasalahan ketika kita tidak mengetahui dari sudut mana sejarah ini dapat diabsahkan. Saya setuju dengan pernyataan bahwa kita harus mampu melihat sejarah dari sudut pandang sejauh mungkin karena sejarah bersifat subjektif. Dari sini, sangat sulit untuk menetapkan suatu versi sejarah yang bersifat final dan mutlak. Namun, kita dapat menyikapi sejarah dengan bijak demi menghasilkan sesuatu yang baik dan adil bagi semua golongan. Kita juga harus mampu merasakan bagaimana jika sejarah salah dan merugikan orang lain.

Dalam hal ini, menjadi suatu pertanyaan, bagaimana cara kita dapat menjadi guru sejarah yang bijak sebagai mahasiswa pendidikan sejarah yang nantinya akan terjun sebagai pendidik? Tentu saja, ada banyak cara untuk mengantisipasi hal ini. Salah satunya adalah dengan memandang filsafat sebagai salah satu akar dari segala ilmu, yang menawarkan kebijaksanaan dalam arti sejati dari filsafat itu sendiri. Selain itu, filsafat juga merupakan suatu upaya untuk menjelajahi lebih dalam pertanyaan-pertanyaan rasional sehingga kita dapat mencari sejauh mana anggapan yang kita akui sebagai kebenaran dapat diuji. Dari sini, menurut pandangan saya, filsafat memainkan peran yang sangat penting dalam upaya meminimalisir pengaruh dari sejarah yang membentuk karakter kita dan orang lain. Oleh karena itu, penting untuk memfokuskan filsafat, terutama pada mereka yang bertanggung jawab dalam bidang pendidikan. Dengan cara ini, mereka dapat dengan bijak menjelaskan sejauh mana sejarah seharusnya menghasilkan hal-hal baik dalam kehidupan tanpa ada yang dirugikan. Semua ini, tentu saja, bertujuan untuk membentuk rasa kemanusiaan yang memungkinkan kita saling merasakan dan menghormati ketika pandangan terhadap sejarah berbeda dari apa yang telah kita pelajari. Hal ini juga dapat menghindari konflik keyakinan tentang apa yang kita ketahui. Seperti yang dijelaskan oleh kaum Stoik, Marcus Aurelius, bahwa Tuhan adalah Bapa manusia dan kita semua adalah bersaudara. Oleh karena itu, seharusnya kita tidak mengatakan 'Aku adalah orang Athena' atau 'Aku adalah orang Romawi', melainkan 'Aku adalah warga alam semesta'. Hal ini mengajarkan kepada kita bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan di antara kita, bahwa kita semua adalah sama. Tidak ada alasan untuk berselisih atau memihak golongan tertentu yang berbeda, termasuk dalam pengetahuan sejarah.

Sangat penting bagi kita sebagai makhluk berfikir untuk tidak terburu-buru dalam mencerna segala sesuatu, khususnya dalam pengetahuan dan sejarah. Kita harus menyediakan pendidikan yang menghasilkan kebijaksanaan dan perdamaian ketika kita menghadapi ketidakpastian. Kejujuran adalah sifat utama bagi manusia yang memiliki keyakinan dalam kehidupan, dan ini dapat menghasilkan peradaban yang sehat. Oleh karena itu, mari kita membentuk generasi yang kritis dan rasional melalui filsafat, sehingga kita dapat menjadi individu yang bijak dan tidak terpengaruh oleh hal-hal yang dapat membawa dampak negatif bagi diri sendiri dan orang lain.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

STANDAR TATANAN KHAYALAK MANUSIA DAN GENDER LEBIH DARI DUA

KAMPUNG SUSUN BAYAM DI TENGAH GEMERLAPNYA IBUKOTA: REFLEKSI MARJINALISASI SOSIAL

Huru-Hara Stigma Gondrong