Munculnya Organisasi Pribumi Pasca Politik Etis

 

Latar Belakang

Salah satu faktor terjadinya peristiwa Gerakan Nasional yaitu dengan dicanangkannya kebijakan Politik etis, yaitu merupakan kebijakan balas budi terhadap pribumi di tanah jajahan Hindia Belanda, karena sebelumnya para pribumi telah terus menerus di pekerjaan oleh pemerintahan Belanda lewat politik tanam paksa, yang membuat mereka sengsara. Politik etis ini memiliki program irigasi, pendidikan, dan migrasi, dengan niat tersembuyi dari pihak Belanda. Seperti yang kita tau, yang menikmati hasil dari program tersebut hanyalah kaum penjajah dan masyarakat pribumi kelas atas. Namun di kemudian hari, kebijakan politik etis akan “membantu” pergerakan rakyat melawan penjajahan.

Salah satu program politik etis ini di bidang pendidikan modern hadir sebagai bentuk balas budi pemerintah kolonial terhadap koloninya, dengan maksud terselubung bagi pemerintah kolonial. Dengan berkembangnya aktivitas ekonomi membutuhkan tenaga terampil untuk menunjang nya, Belanda tidak  mendatangkan ahli ke tanah jajahan dari Belanda, karena akan membutuhkan modal yang besar untuk memenuhi kebutuhannya selama di Hindia Belanda, lebih baik mendidik penduduk lokal untuk terampil dan bisa mengabdi pada pemerintah kolonial. Sistem pendidikan modern di Hindia Belanda bertujuan untuk mencetak tenaga kerja atau buruh yang bisa dibayar dengan upah murah.

Tidak selamanya sistem pendidikan modern menghasilkan individu-individu yang mengabdi sepenuhnya pada pemerintah kolonial. Hal ini bisa terjadi karena, sistem pendidikan modern di Indonesia menghasilkan golongan elite baru di tanah seperti Soekarno, Hatta, Tan Malaka, Sjahrir, adalah beberapa contoh hasil dari sistem pendidikan modern dan mereka akhirnya membangkang pada pemerintah kolonial.  Golongan elite ini merupakan antitesis dari kelompok elite  konservatif yang pemikirannya masih dipengaruhi oleh hal-hal mistis. Golongan elite tersebut memiliki kerangka berfikir yang modern. 

Sistem pendidikan modern memberikan pemahaman dan kesadaran baru rakyat tanah jajahan. Pendidikan memberikan kesadaran bahwa rahasia keunggulan kaum penjajah dalam mengeksploitasi sumber daya alam adalah melalui ilmu pengetahuan dan organisasi. Ilmu pengetahuan memberikan jendela baru bagi kaum pergerakan dan juga sebagai senjata untuk membedah kondisi tanah air yang sedang dieksploitasi habis-habisan oleh kaum penjajah. Pendidikan menjadi cikal bakal lahirnya kesadaran Nasionalisme rakyat tanah jajahan.

Dengan pemberian sistem pendidikan barat kepada pribumi, para kaum terpelajar tersebut akan menjadi suatu bumerang untuk Belanda itu sendiri, dan melakukan perlawanan lewat pergerakan nasional dengan melahirkan beberapa organisasi yang mengacu di beberapa aspek kehidupan, seperti pendidikan, agama, dan ekonomi. Hal ini juga menjadi tujuan Belanda, yaitu terbentuknya Organisasi-organisasi pribumi yang bersifat progresif-moderat. Berikut akan di bahas sedikit tentang beberapa organisasi yang terbentuk pasca dicanangkannya politik etis. 

Budi Oetomo

Pada 20 Mei 1908, lahirlah organisasi Boedi Oetomo yang menandai peringatan kebangkitan Nasional. Organisasi ini dibentuk oleh Dr. Soetomo dan Para mahasiswa dari Stovia, yaitu Goenawan, Dr. Cipto Mangoenkoesoemo, Soeraji, dan Ario Tirtokusumo. Dan juga terdapat seorang pelopor terbentuknya Budi Oetomo, yaitu Dr. Wahidin Sudirohusodo, walaupun ia bukanlah anggota Budi Oetomo, namun dia lah yang menginspirasi Dr. Soetomo dan para mahasiswa untuk mendirikan organisasi pergerakan nasional ini. Yaitu dengan menyampaikan sebuah gagasannya tentang bantuan Dana untuk pelajar-pelajar pribumi berprestasi. 

Organisasi Budi Oetomo pada awalnya bersifat sosial, ekonomi, dan berkebudayaan, pada saat kaum pemuda masih mendominasi disana. Namun Seiring berjalannya waktu pada saat kepemimpinan Raden Adipati Tirtokoesoemomakin banyak orang tertarik masuk ke dalam Budi Oetomo, seperti kaum bangsawan dan kaum penjabat kolonial, hal tersebut menyebabkan kaum pemuda memilih untuk menyingkir. Sejak dibawah kepemimpinan generasi tua mulai lah organisasi ini beralih ke bidang politik.


Sarekat Dagang Islam yang berubah menjadi Sarekat Islam 

Sarekat Dagang Islam bermula dari pada seorang pedagang Islam Haji Samanhudi di daerah surakarta pada 1905. Dengan tujuan awalnya yaitu menghimpun pedagang muslim (khususnya pedagang batik) agar dapat bersaing dengan para pedagang Tionghoa yang mempunyai usaha, hak, dan status dagang lebih tinggi dibandingkan dengan pedagang pribumi. Organisasi ini juga berupaya melawan sistem monopoli sebagian kalangan atas bahan baku produksi batik, perlawanan tersebut digambarkan oleh Tirto Adhi soerjo dalam surat kabar "Medan Priyayi" dengan Judul "Menonton Wayang Priyayi." yang berbunyi "Saudagar-saudagar kecil tidak bisa beli kain dagangan sendiri di Solo karena kain yang bisa masuk priangan sudah diikat oleh saudagar saudagar besar." 

Sarekat Dagang Islam juga di maksudkan untuk memperkuat para pedagang Indonesia terhadap pedagang China yang lebih memegang peranan perusahaan penyedia bahan-bahan yang akan di distribusikan ke perusahaan lain. Bahannya yaitu, kain moni putih, bahan pembuat batik dan alat-alat untuk memberi warna dalam proses pembuatan. 

Haji Samanhudi merasa dipermainkan oleh para distributor bahan China, sehingga timbul keinginan untuk memperkuat diri dalam menghadapinya dengan merubah nama Sarekat Dagang Islam menjadi Sarekat Islam. Lalu Haji Samanhudi meminta bantuan oleh seorang terpelajar yang bekerja pada sebuah perusahaan dagang di Surabaya yakni Haji Oemar Said Tjokroaminoto, dia menyarankan agar perkumpulan tersebut tidak membatasi dirinya hanya untuk golongan pedagang saja, tetapi diperluas jangkauannya, lalu pada tahun 1912, oleh pimpinannya yang baru yaitu Haji Oemar Said Tjokroaminoto, nama Sarekat Dagang Islam diubah menjadi Sarekat Islam. Setelah perubahan tersebut, Organisasi ini juga bergerak dalam bidang lain, seperti halnya politik. 

Selanjutnya pada tahun 1914 telah berdiri 56 cabang Sarekat Islam dengan pengakuan sebagai badan hukum, Cabang-cabang tersebut masih berdiri sebagai Sarekat Islam Lokal karena tiadanya badan pusat, Pada waktu Sarekat Islam mengajukan diri sebagai Badan Hukum, pada awalnya Gubernur Jendral Idenburg menolak. Badan Hukum hanya diberikannya pada Sarekat Islam lokal, demikianlah pengurus Pusat Sarekat Islam mengajukan permohonan pengakuan sebagai badan hukum dengan penjelasan bahwa pusat Sarekat Islam tidak mempunyai anggota perorangan, tetapi anggotanya terdiri dari sarekat-sarekat Islam Lokal. Maka pada tanggal 18 Maret 1916, diputuskan oleh yang berwajib untuk pengakuan sebagai badan hukum. Tujuan Sarekat Islam adalah membangun persaudaraan, persahabatan dan tolong-menolong di antara muslim dan mengembangkan perekonomian rakyat. Keanggotaan Sarekat Islam terbuka untuk semua lapisan masyarakat muslim. Walaupun dalam anggaran dasarnya tidak terlihat adanya unsur politik, tapi dalam kegiatannya Sarekat Islam menaruh perhatian besar terhadap unsur-unsur politik dan menentang ketidakadilan.

Muhammadiyah

Organisasi Muhammadiyah berdiri pada tanggal 18 November 1912 di Yogyakarta yang diprakarsai oleh K.H.Ahmad Dahlan, yang dimana Kehidupannya telah memberikan inspirasi tentang berdirinya Organisasi Muhammadiyah. Organisasi Muhammadiyah terus mengadakan pembaharuan disegala bidang sosial, budaya, khususnya dalam pendidikan dan pengajaran berdasarkan agama. Peranan Organisasi Muhammadiyah dalam pendidikan dan agama dapat kita rasakan dan lihat sampai sekarang, yaitu dengan hadirnya Sekolah-sekolah Muhammadiyah yang tersebar luas di daerah-daerah dan antusias masyarakat terhadap Sekolah-sekolah Muhammadiyah, menandakan bahwa Muhammadiyah dalam pendidikan mampu bersaing dengan sekolah-sekolah umum.

Pembaharuan pemikiran dan pendidikan Islam diawali daerah Minangkabau, lalu disusul pembaharuan pendidikan yang dilakukan oleh masyarakat Arab di Indonesia. Gagasan Politik Etis yang diterapkan Belanda dalam bidang pendidikan, tidak dapat dilepaskan dari tujuan mengembangkan agama Kristen di Indonesia yang melemahkan Islam. kebijakan Politik Etis tampak memberikan harapan-harapan baru bagi penduduk pribumi untuk memperbaiki taraf hidup melalui kesempatan memperoleh pendidikan. Organisasi Muhammadiyah berusaha melakukan pembaharuan dengan pola pemikiran yang berorientasi kedepan, tetapi tidak meninggalkan keimanan. Pendidikan yang diselenggarakan Organisasi Muhammadiyah diharapkan mampu bersaing dan menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman. 

Pergerakan Nasional telah memunculkan kesadaran dikalangan ulama pendidik Islam, setelah sekian lama terpuruk dibawah kekuasaan kolonial, tidak terkecuali K. H. Ahamad Dahlan, ia mengupayakan pendidikan yang diselenggarakan Organisasi Muhammadiyah adalah pendidikan agama dengan menggunakan sistem pendidikan modern yang sesuai dengan tuntutan zaman pada saat itu.

Kesimpulan 

Kebijakan politik balas budi dilakukan karena kebijakan sistem tanam paksa yang membuat rakyat menderita, oleh sebab itu Pemerintahan Belanda memberikan kebijakan tersebut untuk membalas budi para pribumi. Kebijakan tersebut meliputi beberapa program yaitu Irigasi, migrasi dan pendidikan. Politik etis juga berperan penting dalam pergerakan nasional, yaitu dengan timbulnya ide dari para kaum terpelajar untuk membentuk Organisasi-organisasi untuk melakukan perlawanan di dalam bidang Sosial, Budaya, Ekonomi, dan khususnya di bidang Politik. Beberapa Organisasinya seperti Budi Oetomo, Sarekat Dagang Islam, Muhammadiyah dan masih banyak lagi. Dari tulisan yang saya buat, diharapkan akan bermanfaat untuk kehidupan masyarakat, mengingat kisah pada tulisan di atas akan membentuk motivasi guna mendorong para pemuda Indonesia untuk mempertahankan kemerdekaan di zaman sekarang. 

Sumber Referensi :

Devi Oktavianuri. 2018. Politik etis dan pergerakan nasional. Pontianak: Derwati Press

Fitria, Bambang, Kayan. (2020), The Role of Muhammadiyah Organization in Indonesia Education Reform on 1912-1923. Jurnal Historical. Volume 1. 257-258.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

STANDAR TATANAN KHAYALAK MANUSIA DAN GENDER LEBIH DARI DUA

KAMPUNG SUSUN BAYAM DI TENGAH GEMERLAPNYA IBUKOTA: REFLEKSI MARJINALISASI SOSIAL

Huru-Hara Stigma Gondrong