Masa Pra–Demokrasi Terpimpin

Terlalu banyak peristiwa-peristiwa yang menyelimuti lahirnya Demokrasi Terpimpin yang menurut sebagian penulis semua peristiwa tidak mungkin bisa diungkap satu persatu. Perdebatan dan perbedaan pendapat yang terdapat dalam sistem pemilihan ketatanegaraan terus berlanjut di kalangan para pejuang kemerdekaan saat itu. Hal ini juga menunjukkan bahwa, masih adanya rakyat Indonesia yang belum sepakat dalam menetapkan sistem demokrasi apa yang akan dipakai dalam sistem pemerintahan ini.

Kurangnya peranan Soekarno pada saat itu berdampak pada perkembangan dunia politik yang saat itu berjalan lamban. Melihat hal seperti ini, maka pada tanggal 16 Oktober 1945 Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP), yang pada saat itu membantu Presiden menjalankan roda pemerintahan, yang kemudian mengadakan rapat untuk mendesak Muhammad Hatta yang berkedudukan sebagai wakil presiden untuk mengeluarkan maklumat. Dan pada tanggal 3 November 1945 keluarlah Maklumat Presiden yang hanya ditanda tangani oleh Muhammad Hatta. 

Terhitung dari tanggal dikeluarkannya maklumat sampai Mei 1946, jumlah partai politik mencapai 137 partai. Sistem Parlementer yang dimulai diberlakukan dua bulan sesudah kemerdekaan diproklamirkan dan diperkuat dalam Undang-Undang Sementara 1949-1950, yang ternyata kurang cocok dengan kepribadian bangsa Indonesia.  Hal ini disebabkan karena lemahnya benih-benih Demokrasi Parlementer memberi peluang untuk dominasi partai-partai politik dan Dewan Perwakilan Rakyat. 

Terjadinya Agresi Militer I dan II yang dilakukan oleh pasukan Belanda terhadap Indonesia menjadi bukti dari ketidakmampuan Demokrasi Parlementer dalam menstabilitaskan urusan pemerintahan, dan berdampak pada perubahan tatanan kenegaraan yang berubah dari negara yang berbentuk Kesatuan menjadi Negara Federasi (Serikat). Sehingga pada tanggal 17 Januari 1948 terjadi perjanjian Renville antara rakyat Indonesia dengan Negara Belanda, yang mana perjanjian tersebut berisikan tentang pembentukan Republik Indonesia sebagai bagian dari Negara Indonesia Serikat yang turut dalam suatu Uni dengan Belanda yang dikepalai Ratu Belanda.

Melihat hal seperti ini, maka usaha-usaha untuk membentuk kembali negara kesatuan semakin meningkat. Menghadapi gerakan-gerakan rakyat tersebut, penguasa-penguasa setempat yang ada diberbagai daerah masih terdiri dari bangsa Belanda, seringkali mengambil reaksi keras dan mengadakan penangkapan. Dan atas desakan-desakan yang dilakukan rakyat saat itu, maka pada tanggal 19 Mei 1950 diadakanlah perundingan antara RIS dengan RI untuk membentuk kembali Negara Kesatuan Indonesia. Pada tanggal 15 Agustus 1950 Soekarno membacakan piagam terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dan tanggal 17 Agustus 1950 diploklamirkan kembali Negara Kesatuan Republik Indonesia. Saat itu juga UUDS RIS (Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Serikat) yang ketika itu berlaku, dicabut dan kemudian diberlakukan kembali UUDS 1950. 

Disamping itu ternyata masih ada beberapa kekuatan sosial dan politik yang tidak memperoleh saluran dan tempat yang realistis dalam konstelasi politik. Karena semakin rumitnya persoalan yang dihadapi bangsa Indonesia mulai dari tahun 1945-1959, Soekarno yang menjabat sebagai presiden mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 dengan berisikan memberlakukan kembali UUD 1945 dan menggantikan Demokrasi Parlementer dengan Demokrasi Terpimpin.

Sumber Referensi  :

 MD, Demokrasi Dan Konstitusi Di Indonesia, Studi Tentang Interaksi Politik Dan Kehidupan Ketatanegaraan, Jakarta : Rineka Cipta, cet ke 2, 2003.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

STANDAR TATANAN KHAYALAK MANUSIA DAN GENDER LEBIH DARI DUA

KAMPUNG SUSUN BAYAM DI TENGAH GEMERLAPNYA IBUKOTA: REFLEKSI MARJINALISASI SOSIAL

Huru-Hara Stigma Gondrong