Gunung Sampah di Ujung Kota Metropolitan
Gunung sampah di ujung Kota Metropolitan, apa lagi kalau bukan Bantar Gebang.
Sebelumnya, sejarah berdirinya Kampung Bantar Gebang berasal dari cerita Rakyat yang Dahulu kala menjadi bukti kesaktian Syarif Hidayat, menantu Raja Demak bernama Raja Fatah. Berdasarkan sumber dan cerita masyarakat setempat, asal usul Bantar Gebang didapat dari riwayat seorang pria bernama Syarif Hidayat yang datang ke lokasi yang kini dikenal Bantar Gebang pada abad ke-16 sebelum berdirinya Pemerintahan Kolonial Belanda di Indonesia. Syarif Hidayat diutus Raja Demak untuk mengurus pemerintahan dan menyebarkan agama Islam ke wilayah Cirebon, Tasikmalaya, dan Banten karena pada waktu itu daerah tersebut masyarakatnya masih memeluk agama Budha.
Singkat cerita, ketika Syarif bermukim di Bantar Gebang ada seorang anak kecil yang disunat. Semua orang terheran-heran dengan permintaan anak itu. Namun, Syarif yang datang memberitahu bahwa anak kecil itu meminta sabuk dan menyuruhnya mengambil di sebuah pohon Gebang yang ada di pelataran. Syarif menuruti permintaan anak kecil itu dan memberikannya. Spontan, tangisan anak kecil itu berhenti. Sejak itulah masyarakat kagum akan kearifan dan kesaktian Syarif Hidayat hingga masyarakat menamakan kampung ini menjadi Kampung Bantar Gebang yang berasal dari kata: Ban yang artinya sabuk atau amben, Tar / Lata yang berartinya tempat atau pelataran, serta Gebang: Pohon yang namanya Pohon Gebang.
Hingga akhirnya Desa Bantar Gebang diresmikan oleh pemerintahan Indonesia pada tahun 1949 yang terdiri atas dua kampung yaitu Kampung Bantar Gebang dan Kampung Cikiwul. Masing-masing kampung diperintah oleh seorang Kumico (Mandor). Saat ini, Bantar Gebang merupakan sebuah Kecamatan yang terdiri dari Kelurahan Bantar Gebang, Kelurahan Cikiwul, Kelurahan Ciketing Udik, dan Kelurahan Sumur Batu dalam Kota Bekasi, Provinsi Jawa Barat.
Area Bantar Gebang menjadi tempat pembuangan sampah pada awalnya merupakan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) yang sudah ada sejak 1985. Lokasi ini dulunya merupakan galian-galian besar yang sudah ada sejak 1978, tanahnya diambil untuk sebuah proyek properti. Pesatnya pertumbuhan pendudukan dan perdagangan Jakarta menyebabkan volume sampah Ibukota juga meningkat drastis dan memerlukan tempat pembuangan akhir yang lebih besar. Pada mulanya, Pemprov DKI memilih lokasi pembuangan akhir di Ujung Menteng, Jakarta Timur. Namun karena lokasinya telah dipadati oleh perumahan dan industri membuat lokasi ini dianggap kurang strategis. Akhirnya setelah berbagai pertimbangan, dipilihlah Kota Bekasi yang saat itu masih menjadi bagian Kabupaten Bekasi. Ada dua wilayah yang menjadi lokasi pilihan untuk TPA, yakni kawasan Media Satria dan Bantargebang. Pada 30 Januari 1985, Badan Kerjasama Pembangunan (BKSP) dan Pemprov Jabar mengajukan surat kepada Bupati Bekasi untk pembebasan lahan di 2 wilayah tersebut.
Surat tersebut direspons Bupati. Setelah melakukan kajian, ternyata kondisi Medan Satria tidak memungkinkan dijadikan TPA karena dekat dengan pemukiman warga lalu pada akhirnya di tanggal 26 Januari 1986 lahan di Bantar Gebang resmi menjadi Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST).
Pembuangan sampah dari Jakarta terus berlangsung, sampah kian menggunung hingga saat itu, Pemerintah Jakarta memberikan kompensasi berupa dana tunai ke Pemerintah Kota Bekasi. Selain itu, DKI juga bertanggungjawab atas infrastruktur di lingkungan sekitarnya.
Kerja sama itu berlangsung hingga 1999 silam. Setahun setelahnya hingga 2004, terjadi gejolak politik sehingga bentuk kerja sama dikaji ulang. Namun, operasional saat itu tetap dijalankan.
Di kecamatan ini terdapat tempat penampungan sampah akhir yang menjadi tempat utama pembuangan sekitar 6.500 ton sampah per hari dari seluruh wilayah Jakarta. Sebanyak 2.000 ton sampah per hari dimanfaatkan untuk pembangkit listrik dan kompos, sedangkan 2.000 ton lainnya aka dimanfaatkan untuk proyek bersama Pertamina dan Solena. Pada tahun 2013, Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang mendapatkan plakat Adipura dengan kategori tempat pemrosesan akhir sampah terbaik dari Presiden Susilo Bambang Yudoyono. Tempat pembuangan sampah tersebut dikelola oleh PT Godang Tua Jaya. Rencananya, pembangkit listrik tersebut akan terus dibangun hingga berkapasitas 138 Megawatt dan menjadi PLTSA terbesar di dunia.Kecamatan Bantar Gebang pun menjadi kawasan pegunungan sampah terbesar di Asia Tenggara yang terdapat di ujung kota Metropolitan.
- National Geographic Indonesia
- CNN Indonesia
- Konflik Sampah Kota oleh Ali Anwar
- Bekasi Keren
- Wartakota Tribun News
- Facebook UPST DLH DKI
Komentar
Posting Komentar