AGRESI MILTER BELANDA I

Penyebab Awal

Perjanjian Linggarjati yang sudah disepakati ternyata tidak membuat perselisihan antara Indonesia dan Belanda mereda. Pihak Indonesia merasa bahwa setelah proklamasi kemederkaan, maka Indonesia telah menjadi negara yang berdaulat dan berhak mempertahankan kemedekaannya atas seluruh wilayah bekas jajahan Belanda. Di lain hal, Belanda tetap teguh pada isi pidato Ratu Wilhelmina pada 7 Desember 1942. Pidato tersebut berisi bahwa suatu hari akan dibentuk persemakmuran antara Kerjaan Belanda dan Hindia (Indonesia) di bawah naungan Kerjaan Belanda. Hal tersebut yang menjadi penyebab Agresi Militer Belanda 1.

Jalannya Peristiwa

Konferensi pers pada malam 20 Juli di istana, di mana Gubernur Jenderal Ilham Ard mengumumkan pada wartawan tentang dimulainya Aksi Polisionil Belanda pertama . Serangan di beberapa daerah, seperti di Jawa Timur, bahkan telah dilancarkan tentara Belanda sejak tanggal 21 Juli malam, sehingga dalam bukunya, J. A. Moor menulis agresi militer Belanda I dimulai tanggal 20 Juli 1947. Belanda berhasil menerobos ke daerah-daerah yang dikuasai oleh Republik Indonesia di Sumatra, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur.

Fokus serangan tentara Belanda di tiga tempat, yaitu Sumatra Timur, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Di Sumatra Timur, sasaran mereka adalah daerah perkebunan tembakau, di Jawa Tengah mereka menguasai seluruh pantai utara, dan di Jawa Timur, sasaran utamanya adalah wilayah yang terdapat perkebunan tebu dan pabrik-pabrik gula. Pada agresi militer pertama ini, Belanda juga mengerahkan kedua pasukan khusus, yaitu Korps Speciale Troepen (KST) di bawah Westerling yang kini berpangkat Kapten, dan Pasukan Para I (1e para compagnie) di bawah Kapten C. Sisselaar. Pasukan KST (pengembangan dari DST) yang sejak kembali dari Pembantaian Westerling di Sulawesi Selatan belum pernah beraksi lagi, kini ditugaskan tidak hanya di Jawa, melainkan dikirim juga ke Sumatra Barat. Belanda melancarkan serangan yang menyebabkan banyak orang meninggal dunia

Akhir peristiwa

Pemerintah Indonesia melaporkan agresi militer ini kepada Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). PBB lantas mengeluarkan resolusi pada 1 Agustus 1947.Dewan Keamanan PBB terus mendesak Belanda menghentikan agresi militer. Belanda pun menerima resolusi itu dan menyetop pertempuran pada 5 Agustus 1947. Agresi Militer Belanda I berakhir setelah Belanda mengalami tekanan internasional dari PBB dan terutama Amerika Serikat. Peristiwa ini berlanjut dengan penandatanganan Perjanjian Renville pada tanggal 17 Januari 1948.dampak yang di akibat kan dari perang tersebut.

Dampak Negatif
Kekuatan militer Indonesia berhasil dilemahkan oleh Belanda, menempatkan kekuatan TNI di bawah tekanan. Belanda berhasil menguasai daerah-daerah penting di Indonesia, sehingga wilayah Indonesia menjadi semakin sempit. Lebih dari 150.000 pasukan Indonesia dari sekitar 500.000 orang tewas akibat agresi militer Belanda I. Warga sipil tidak hanya menjadi korban militer, tetapi juga korban. Serangan Belanda juga mempengaruhi perekonomian Indonesia, termasuk pengeluaran untuk kebutuhan perang.

Dampak Postif
Tindakan Belanda dengan kedok “aksi polisi” tidak bisa menipu masyarakat internasional yang menentang tindakan itu, sehingga Belanda kehilangan dukungan mereka dari dunia internasional. Republik Indonesia telah menerima dukungan dan simpati dari komunitas internasional.

Itulah Peristiwa Agresi Militer Belanda pertama yang terjadi di Indonesia. 

  • Pengembangan Bahan Ajar Berbentuk Handout Berbasis Sejarah Lokal dengan Materi Perjuangan Rakyat Banyumas Mempertahankan Kemerdekaan dalam Agresi Militer Belanda 1 Tahun 1947 oleh Sunarjan dan Amin, S.
  • Agresi militer Belanda I di Bondowoso oleh Yuliani, E.

  • CNN Indonesia

Artikel ini dibuat oleh Muhammad Fauzan (202015500269) untuk pemenuhan tugas Matakuliah Sejarah Indonesia Modern, Akhmad Syaekhu Rakhman, M. Pd. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

STANDAR TATANAN KHAYALAK MANUSIA DAN GENDER LEBIH DARI DUA

KAMPUNG SUSUN BAYAM DI TENGAH GEMERLAPNYA IBUKOTA: REFLEKSI MARJINALISASI SOSIAL

Huru-Hara Stigma Gondrong