Puber Intelektual

Kita pasti sudah tahu apa arti pubertas, layaknya anak muda yang baru berusia belasan tahun, dimana masa-masa itu merupakan masa-masa krusial buat anak muda yang akan bertransisi menuju proses pendewasaan diri. Mereka akan penasaran dengan hal-hal baru, tidak peduli apakah itu positif atau negatif, yang penting mereka harus mencobanya. 

Tentunya, mereka akan mendramatisir sedemikian rupa supaya mereka bisa dikenal oleh khalayak ramai lewat hal baru tersebut. Sebetulnya jika kita ingin flashback, fenomena semacam ini sudah pernah terjadi di salah satu perguruan tinggi Islam di salah satu kota di Jawa Barat pada tahun 2008 silam. Dan ternyata kejadian semacam ini, terjadi lagi pada tahun ini.

Kebanyakan mereka yang belajar filsafat dan terjerumus ke dalam jurang ateis adalah mereka yang belajar filsafat secara dangkal ataupun mereka yang tidak beragama Islam secara benar. Lihatlah para mahasiswa di perguruan tinggi Islam yang kebetulan mengambil jurusan aqidah filsafat. Mereka justru semakin jauh dari ruh ajaran Islam sendiri dan meninggalkan perintah Tuhan seperti shalat, puasa dan lain sebagainya.

Contoh kasus lain yang penulis lihat dan dengar sendiri yaitu saat berbincang-bincang soal filsafat modern, ada satu orang sebut saja Kampret. Si Kampret ini kemudian nyablak dengan bahasa 

"Ayo kapan-kapan forum bahas filsafat, seru loh sesat-sesatin orang." 

Kami semua sontak lirik-lirikan, karena kami pastikan itu bukan komedi apalagi jokes. Justru menurut kami filsafat itu menyelamatkan manusia dari ketersesatan berpikir.

Ada lagi semisal orang itu kadang "berbicara besar" dengan kata-kata penuh metafora dan istilah-istilah lain. Ngga apa-apa sih jika itu dalam forum, tapi sekedar ngobrol biasa buat apa juga memakai istilah-istilah yang sebenarnya bisa lebih casual untuk sekadar ngobrol.

Hal inilah yang penulis simpulkan sebagai Puber Intelektual. Bukannya penulis merasa Si Paling Intelektual. Justru penulis mengkritisi sekaligus memaklumi.

Sisi kritis penulis ungkapkan seperti yang ditulis diawal tadi, sementara sisi memaklumi penulis berpendapat ya maklum saja, mungkin beliau belum mengerti sepenuhnya dan masih ingin terus belajar.

Mereka kerap kali bertopang dagu dan merasa superior, itu yang penulis tidak suka dan bahaya juga untuk lingkup masyarakat.

Lagi-lagi, bukan penulis merasa berwawasan. Penulis saja kadang merasa ada hal-hal yang belum diketahui dan terus mau belajar. Contoh kecil saja, penulis sering kali mengikuti forum-forum diskusi di luar kampus untuk saling tukar ilmu dan tidak jarang penulis dan kawan-kawan mencatat itu dalam sebuah binder kecil.

Penulis dan kawan-kawan lebih suka bertanya dan ditanya. Apabila kamu bingung, bertanyalah. Orang yang ditanya pasti akan menjelaskan apa yang dia ketahui. 

"Penulis cuma bisa ngebacot aja nih, ada solusi gak?!"

Ada dong, apa solusinya? Menurut penulis sih mesti banyak belajar yang pasti, coba explore lebih diluar lingkup kecilmu, buka relasi ke setiap orang. Bukannya menggurui nih, tapi hal-hal tersebut yang penulis lakukan hingga saat ini.

Jangan hanya menganggumi tokoh semisal Babeh Marx atau Ncang Rene lalu kamu tidak mendalami ilmunya, menurut penulis forum diskusi memang sarana terbaik untuk belajar selain kuliah/sekolah.

Disini penulis tidak menghakimi seseorang individu ataupun kelompok, secara masyarakat plural memang pemikiran orang bisa beda-beda. Saya hanya mengutarakan keresahan saya dengan tulisan dan semoga kita semua jangan hanya menjadi Puber Intelektual, tapi juga harus ber-intelektual.

Terimakasih, salam literasi!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

STANDAR TATANAN KHAYALAK MANUSIA DAN GENDER LEBIH DARI DUA

KAMPUNG SUSUN BAYAM DI TENGAH GEMERLAPNYA IBUKOTA: REFLEKSI MARJINALISASI SOSIAL

Huru-Hara Stigma Gondrong