Melihat legalisasi ganja dari segala sudut pandang

Ganja memang masih menjadi hal yang tabu bagi masyarakat Indonesia. Bagaimana tidak, penyalahgunaan narkoba baik sabu ataupun ganja masih terus menjadi berita hangat di media mainstream saat ini, terlepas dari indikasi pengalihan isu orang-orang atas. Hal seperti ini lah yang menjadi sorotan komunitas Lingkar Ganja Nusantara dalam bukunya, Hikayat Pohon Ganja. 

Ketika saya membaca buku tersebut, saya setuju dengan argumen mereka dimana ganja harusnya menjadi komoditas medis paling utama dibandingkan obat-obat kimia. Menurut beberapa kawan kita yang pro terhadap itu menjelaskan bahwa ganja dinilai lebih alami, dan juga mengajak masyarakat melihat ganja sebagai komoditas yang positif dari pemanfaatannya.

Adapun yang berpendapat bahwasannya ada indikasi tersendiri dibalik ilegalnya ganja sampai sekarang, ada yang menyebut akal-akalan farmasi supaya obatnya laku, pemerintah akan kehilangan investasi dari korporat farmasi, dan lain sebagainya. Namun, gak salah juga kita punya hipotesa seperti ini. Lalu, apa yang ditekankan LGN dalam bukunya?

Mereka menekankan, efek dari ganja selain medis adalah memberikan rasa rileks pada penggunanya. Hal ini saya kutip dari riset mereka di halaman 175 yang berisi;


“Sebuah studi di Jamaika tahun 1976 yang sifatnya menyeluruh mengenai pemakaian ganja selama bertahun-tahun menekan bahwa untuk energi, ganja dikonsumsi pada pagi hari, pada waktu istirahat di tengah rutinitas kerja, atau tepat sebelum melakukan suatu pekerjaan berat."


Kalo mau dikatakan jujur, penulis sangat setuju dengan pemanfaatan ganja sebagai medis seperti apa yang di suarakan LGN. Namun, saya menghormati aturan negara secara realistis. Bahasa kita nya sih "Ya gue setuju,tapi selagi negara belom legalin gue gak berani buat pake deh." Kurang lebih seperti itu.

Terus apa pendapat negara mengenai ganja? Kan yang dari tadi dibahas yang pro aja nih. Menurut beberapa sumber, Ganja dilarang karena mengandung unsur psikotropika, yaitu tetrahidrokanabinol (THC), yang menyebabkan perubahan perubahan pada aktivitas dan mental seseorang. Meski belum ditemui orang yang melakukan kejahatan macam merampok bank atau membacok orang di jalanan karena efek giting, tapi tetap saja ganja dilarang karena alasan di atas. Karena tergolong narkoba, mengonsumsi atau mengedarkan ganja bisa mengantarkanmu ke kos-kosan yang dibiayai negara, atau penjara.

Kendati demikian, Aceh sudah menggunakan ganja sejak dulu. Mereka menggunakan ganja bahkan sebagai lalapan saat makan atau sayur. Tetap saja di Aceh ganja termasuk ilegal, dan aktivitas penanamannya pun sembunyi-sembunyi. Jadi buang pikiran kalian kalau orang-orang di Aceh sering ditemukan kewer di halaman rumah.

Padahal sebenarnya ganja punya fungsi lain selain membuat orang kewer. Dalam dunia medis, ganja dikenal punya banyak manfaat. Ganja bahkan disebut tumbuhan ajaib karena efek positif yang ditimbulkan begitu banyak. Tapi penelitian tentang efek positif ganja belum bisa maksimal karena pelarangan membuat proses ngurus izinnya jadi ribet.

Berkaca pada Thailand yang mulai melegalkan ganja untuk medis pasti membuat kita yang pro semakin iri dengan tetangga satu asean. Namun, pastinya mereka meregulasi itu. Kenapa Indonesia tidak meregulasi? Hipotesa saya aja ya, mungkin pemerintah sudah memikirkan itu, seperti Red Light District di Belanda. Tapi karena jumlah masyarakat kita yang banyak jadi perlu pengkajian ulang. Terkadang yang namanya manusia dikasih kebebasan malah bablas, apalagi jumlah masyarakat kita yang itungannya 200juta penduduk, tentu sulit mengkaji dengan singkat.

Lalu apa konklusinya? Sudut pandang yang saya jabarkan bisa jadi bahan pengkajian untuk diri sendiri. Sudahkah kita siap menghadapi perubahan? Sebagai pro, LGN tentu dapat terus menyuarakan legalisasi ganja, ada baiknya pemerintah menggandeng mereka untuk riset. Tidak hanya menjadi persoalan tabu, tapi disertai dengan edukasi dan moral. 

Untuk buku Hikayat Pohon Ganja, sangat saya sarankan untuk dibaca, membaca lebih dalam mengenaik perspektif tentang pemanfaatan ganja itu sendiri. Perlunya melihat sudut pandang lain untuk refleksi dan edukasi dalam menganalisa diri.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

STANDAR TATANAN KHAYALAK MANUSIA DAN GENDER LEBIH DARI DUA

KAMPUNG SUSUN BAYAM DI TENGAH GEMERLAPNYA IBUKOTA: REFLEKSI MARJINALISASI SOSIAL

Huru-Hara Stigma Gondrong