Ketabuan yang Dikomodifikasi

Era Globalisasi secara tidak langsung membentuk individu yang satu dengan yang lain untuk menjadi masyarakat yang seragam. Hal ini disebabkan tak adanya batasan geografis dikarenakan perkembangan teknologi yang sangat masif sehingga mempengaruhi cepatnya peredaran informasi dari satu benua ke benua lainnya. 

Proses peredaran informasi ini diaktori oleh media massa, yaitu media cetak seperti surat kabar dan majalah maupun media digital seperti televisi dan media sosial. melalui pesan maupun informasi yang disampaikan dalam wadah-wadah itu mampu mempengaruhi pola pikir masyarakat. Misalnya ketika media massa menyebarkan informasi tentang khasiat sebuah produk shampo, masyarakat dapat terpengaruh untuk mencoba merasakan khasiatnya dengan membeli sampo tersebut. Tak terkecuali dengan dunia hiburan, media massa dapat berperan mempengaruhi popkultur suatu masyarakat.

Namun, hakikat media massa sebagai pemberi informasi untuk masyarakat sering dipolitisasi untuk kepentingan kelas atas atau kita sebut saja kapitalisme. Kapitalisme yang arahnya demi kepentingan ekonomi melakukan berbagai cara untuk memperoleh keuntungan. Dalam kehidupan masyarakat postmodern tidak hanya barang yang diperjualbelikan tetapi aspek-aspek kehidupan seperti budaya, pendidikan bahkan ranah seksualitas yang bersifat privat pun dikomodifikasi demi kepentingan mereka. 

Tubuh sebagai pusat kesadaran manusia dikontrol dan diatur dalam ruang media massa oleh kapitalis, terutama tentang citra tubuh yang “ideal”. Media massa melalui iklan-iklan yang ditampilkan membentuk standar kecantikan maupun ketampanan dalam masyarakat. Misalnya, Kecantikan ideal distandarisasikan dengan gambaran wanita yang tinggi, putih, dan langsing layaknya seorang Maudy Ayunda atau Pevita Pearce. Standarisasi tubuh ideal melalui citra media massa dengan menampilkan tubuh-tubuh molek tanpa memerhatikan lagi ranah privat serta optimalisasi nafsu birahi tanpa batas dalam dunia digital menyebabkan lenyapnya aura sebuah tubuh dalam ranah seksualitas.

Seks telah menjadi komoditas yang dengan mudah diekspos sehingga hilang sudah sifat ketabuannya. Kapitalisme dengan bantuan media massa menempatkan seksualitas menjadi barang dagangan yang laris terjual layaknya gorengan di daerah Kelapa Dua. Transaksi yang dilakukan dengan nominal sesuai kualitas standararisasi ideal menempatkan manusia sebagai pabrik hasrat berjalan. 

Kapitalisme membentuk fenomena dalam masyarakat yang berlandaskan hasrat nafsu birahi. Fenomena ini membebaskan individu-individu untuk mengumbar tubuh-tubuh telanjang layaknya barang dagangan. Hal ini memperlihatkan proses transisi masyarakat dari konsumsi barang menjadi konsumsi tontonan. Iklan dan akses informasi yang disiarkan media cetak menjadi konsumsi masyarakat saat ini. Akhirnya Kapitalisme menstimulasikan konsumsi tontonan kearah pemenuhan hasrat nafsu birahi. 

Melalui bantuan sosial media, individu-individu tidak malu lagi mempertontonkan bagian intim tubuhnya, yang terpenting adalah keuntungan dari apa yang mereka tampilkan. Akhirnya Kapitalisme yang diprediksi Babeh Marx akan hancur justru mereka mampu bertransformasi kearah pemenuhan hasrat dengan cara visualisasi tontonan.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

STANDAR TATANAN KHAYALAK MANUSIA DAN GENDER LEBIH DARI DUA

KAMPUNG SUSUN BAYAM DI TENGAH GEMERLAPNYA IBUKOTA: REFLEKSI MARJINALISASI SOSIAL

Huru-Hara Stigma Gondrong